‘Gravitational wave’, So what?

Seminggu terakhir di timeline berseliweran banyak postingan tentang gravitaional wave yang akhirnya ‘membuktikan’ perkiraan Einstein. I cannot explain it in here in a sense that I most possibly won’t get it right.

But why does it matter? Apakah setelah dibuktikannya teori ini, upah minimum buruh akan meningkat? Atau masalah wabah malaria di afrika akirnya selesai? Apakah internet akhirnya akan murah?

Oke tunggu, jangan langsung naik pitam karena statement tersebut. Itu bukan pertanyaan retoris, tapi pertanyaan yang sebenarnya masih berhubungan dengan euforia gelombang gravitasi ini, in a good way.

Mungkin hal pertama yang harus kita tanyakan adalah, kita ngerti nggak sih ini sebenarnya kenapa? Masih ingat Newton? Ia adalah orang pertama yang mengajukan model gravitasi. Konsep gravitasinya sederhana, tapi akurat. Lebih dari seabad teori-teori Newton dijadikan seperti agama dalam sains di masa itu. Hingga akhirnya muncullah Einstein. Ia mengajukan model lain yang lebih akurat setalah dia mempelajari anomali-anomali yang terjadi ketika teori Newton digunakan. Ia mengajukan model baru yang jauh berbeda dari yang telah digunakan oleh ilmuan pada zaman itu. Terlepas dari fakta bahwa model ini mampu menjelaskan lebih akurat tentang alam semesta, teori ini rumit. Jika urusan pemakai model tidak jauh-jauh dari urusan yang masih di bumi (misalnya bangunan, pesawat, dkk) memakai teorinya Einstein bisa dikatakan ‘berlebihan’. Sebab, walaupun akurasinya tinggi, selisih hasil perhitungannya sangat kecil dibandingkan jika menggunakan teori Newton.

Baik teori Newton maupun Einstein, dua-danya adalah model semesta dengan logika matematis dan disusul oleh pembuktian empiris. Keduanya terbukti benar. Tapi yang menarik, ketika ada prediksi yang salah, terkadang ilmuan ngeyel. Mereka akan terus melanjutkanpenelitian dengan model yang ada sampai akhirnya ada model pengganti yang bisa lebih menjelaskan anomali-anomali yang selama ini terjadi.

Apakah teori gravitasi yang kita pelajari di SMA selama ini salah? Mungkin jawabannya adalah pertanyaan lain: memangnya pernah benar?

Penemuan gelombang gravitasi menunjukkan bahwa teori Einstein semakin ‘dikuatkan’ karena prediksinya tepat, dan menjanjikan terbuktinya prediksi-prediksi lain. Ia penting bagi para ilmuan di tapal batas, sebab membuka banyak hal yang mungkin dicapai oleh manusia. Bagaimana dengan kita? Perlukah kita mengerti tentang hal ini?

I think we should. Karena penelitian ini adalah akumulasi dari rasa ingin tahu manusia terhadap alam semesta yang secara sengaja maupun tidak sengaja telah memajukan teknologi yang digunakan untuk melakukaan sejumlah penelitian. Coba bayangkan jika manusia tidak memiliki rasa ingin tahu dan imajinasi setinggi ini, maka teknologi yang kita miliki saat ini pun tidak akan semaju ini. Sangat banyak teknologi yang awalnya hanya dimiliki oleh ‘laboratorium’ ilmuan yang akhirnya diadaptasi dalam kehidupan kita sehari-hari. Misalnya saja tekologi NASA yang fokusnya sering diasosiasikan dengan space exploration, dalam upaya ternyata menghasilkan hal-hal yang selama ini kita anggap biasa dan sederhana seperti kacamata antigores plastik, sol sepatu dan smoke detector http://list25.com/25-coolest-nasa-discoveries-that-changed-your-life/. Contoh simpelnya adalah bahan bakar mobil. Umumnya listrik di rumah masih menggunakan bahan bakar fosil. Tapi sekarang, terimakasih kepada NASA yang ingin keluar angkasa dengan efisien, akhirnya kita memiliki alternatif energi lain yakni solar panel. Contoh lain adalah peralata pemadam kebakaran.

Kira-kira apa yang terjad jika rakyat Amerika Serikat menolak upaya pemerintahnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan? (Gelombang gravitasi ditemukan oleh ilmuan di LIGO yang dibiayai oleh NFS, yakni peerintah amerika). Misalnya dengan menyatakan bahwa dana anggaran terlalu besar unutuk membuktikan hal yang ‘sepele’ seperti terbang ke bulan, dan hal-hal lain yang lebih perlu untuk diperhatikan, seperti pemerataan kualitas sekolah atau subsidi petani.

Well, untungnya, (sebagian) masyarakat di sana peduli terhadap penelitian dan ilmu pengetahuan sehingga bahkan rakyat yang meminta agar dana yang dialokasikan di bidang itu ditambah. Ini adalah perbedaan yang penting. Jika kita tidak mengerti signifikansi majunya ilmu pengetahuan, maka kecil kemungkinan kita akan peduli, lebih lebih ikut berpartispasi. Ilmu pengetahuan bisa jadi variabel yang kita abaikan saat membuat skala prioritas karena terlihat kecil, padahal masalahnya adalah ketidak-tahuan kita.

Masih banyak teknologi yang ‘mungkin’ lahir dari laboratorium para ilmuan dan bepartisipasi dalam menghasilkan kehidupan umat manusia yang lebih baik. Itu semua tidak akan terwujud jika kita tidak terus mendorong ujung batas pengetahuan kita, bersama-sama, baik sebagai ilmuan yang bergelut langsung di bidangnya maupun rakyat biasa yang ikut menentukan terlaksananya pertaruhan tersebut.

End-of-the-peer review?

SRHE Blog

By Paul Temple

Peer review has been in the news recently (well, what counts as news in our business): which perhaps isn’t surprising considering the effect it can have on academic careers – and much more besides.

Richard Smith, when editor of the BMJ, conducted an experiment by deliberately inserting errors into a paper (presumably one written specially for the occasion – this isn’t made clear!) and sending it to reviewers who were in the dark about what was going on. (A university ethics committee would have had fun with this.) None of the chosen reviewers apparently spotted all the errors: from which (along with other findings) Smith concluded that “peer review simply doesn’t work” (THE, 28 May 2015). But one of the reviewers, Trisha Greenhalgh of Oxford University, presents the same facts in an interestingly different light (THE, 4 June 2015). She spotted a…

View original post 434 more words